Update 27 Februari 2021
25 April 2016 Ivan A saputra Hukum dan Kriminal
Foto: Ilustrasi
Pemerintah serius ingin merekonsiliasi pelanggaran HAM masa lalu yang salah satunya adalah tragedi 1965. Presiden Jokowi kemudian memerintahkan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan untuk mencari kuburan massal terkait tragedi tersebut.
"Presiden tadi memberi tahu bahwa memang disuruh cari saja. Kalau ada kuburan massalnya itu," kata Luhut di Istana Negara, Senin (25/4). Pencarian kuburan massal tersebut guna menunjukkan berapa banyak jumlah korban tragedi 1965. Dalam Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 yang digelar pekan lalu, mantan anggota Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) Letjen (purn), Sintong Panjaitan, mengungkap bahwa jumlah korban peristiwa itu tak sampai ratusan ribu.
"Selama ini berpuluh-puluh tahun kita selalu dicekoki sekian ratus ribu yang mati, padahal sampai hari ini belum pernah kita temukan satu pun kuburan massal," kata Luhut.
Meski demikian pengakuan Sintong Panjaitan tak semata-mata dijadikan data tunggal oleh pemerintah. Luhut menyebut, siapa saja yang memiliki data terkait keberadaan kuburan massal itu bisa langsung melapor. "Silakan (kalau LSM punya data). Kapan dia tunjukin, kamu sampaikan dari Menko Polhukam, kapan saya pergi dengan dia," tandas Luhut.
Menunggu Keputusan
Langkah Presiden Jokowi ini agaknya masih terkait dengan adanya aduan WNI perihal perkara pelanggaran HAM, saat presiden melakukan kunjungan ke luar negeri. Aduan itu mencuat dalam dialog WNI dengan Presiden Jokowi di Wisma Nusantara, KBRI London, Inggris, Selasa (19/4) lalu. Salah seorang WNI yang mengaku keluarganya korban peristiwa 1965 mempertanyakan keseriusan pemerintah menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu.
Dia kecewa dengan pernyataan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan yang mengatakan, negara tidak akan meminta maaf kepada korban peristiwa '65, padahal ada dugaan pelanggaran HAM berat terjadi. "Tuntutan kami sejarah harus diluruskan. Pemerintah harus meminta maaf kepada korban," cerita wanita itu kepada Jokowi.
Menanggapi hal ini Presiden Jokowi mengaku memang belum membuat langkah ke arah itu. "Memang baru proses penyelesaian. Saya sendiri belum putuskan apa-apa karena belum dengar dari kejaksaan Agung, Kemenko Polhukam, Kemenkumham, keinginan Komnas HAM saya belum dengar sama sekali," kata Jokowi.
Menurut presiden secara keseluruhan ada 7 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang saat ini masih dipelajari oleh pemerintah satu per satu. Tapi intinya belum ada keputusan apapun dari pemerintah.
7 Kasus pelanggaran HAM berat itu adalah kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 1998-1999, Mei 1998, penculikan dan penghilangan paksa 1997-1998, Talangsari 1989, Wasior Wamena 2001, Peristiwa 1965-1966 dan pembunuhan misterius 1982 – 1984.
"Bahwa kita ingin selesaikan supaya tidak jadi beban ya memang harus diselesaikan. Tapi sampai saat ini saya belum terima laporan sedikit pun. Enggak usah dikomentari dulu supaya tidak malah panas. Kita mau selesaikan kok, bukan konfrontasi dengan siapapun," pungkas presiden. (ist)