Update 14 April 2021
24 April 2016 Ivan A saputra Jantung Kota
Foto: Ilustrasi PNS
Sudah terlalu sering publik mendengar bahkan mengeluhkan rendahnya kinerja pegawai negeri sipil (PNS). Namun sesering itu pula persoalan ini berlalu tanpa perbaikan konkrit, hingga pemerintah pusat mengumumkan akan segera beberes sekaligus 'bersih-bersih' menata ulang, sambil menyingkirkan PNS yang tak berdayaguna. Bagaimana caranya?
Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan KemenPAN-RB, Muhammad Yusuf Ateh, menyebutkan kementeriannya tengah menyusun pedoman yang akan menjadi panduan untuk melakukan rasionalisasi PNS.
“Rencananya 2017 mulai rasionalisasi,” katanya, akhir pekan kemarin. Ditambahkan oleh Yusuf, rasionalisasi itu akan berpedoman pada penilaian manfaat masing-masing pegawai bagi organisasinya. “Setiap pegawai yang tidak ada manfaatnya bagi organisasi itu, sebaiknya jangan ada di situ, karena biasanya yang tidak ada manfaatnya itu suka ganggu teman-temannya yang lain,” tutur Yusuf.
Adapun pedoman yang tengah disusun kementeriannya itu, menurut Yusuf di antaranya mencakup peraturan untuk menyiapkan pengukuran kinerja masing-masing pegawai. “Setiap orang intinya harus punya manfaat bagi organisasi. Ini akan dijabarkan nanti, sangat teknis sekali,” ucapnya.
Sayangnya Yusuf enggan merinci peraturan yang tengah dipersiapkan untuk menjadi pedoman rasionalisasi PNS tersebut. Dia mengaku peraturan itu tengah digodok bersama kementerian/lembaga serta pemerintah daerah. “Sedang dibuat peraturannya untuk mengidentifikasi dulu,” katanya.
Dia juga enggan menaksir PNS yang bakal terkena rencana rasionalisasi tersebut. “Tidak bisa dikira-kira,” kata Yusuf. Hanya saja dia mengimbuhkan, berbarengan dengan rencana itu kementeriannya tengah meminta tiap daerah untuk menyiapkan pengukuran kinerja pegawai. Salah satunya dengan mendorong perjanjian kinerja dari pejabat pemerintah daerah berlanjut terus sampai seluruh pegawai. “Sekarang mengukur kinerjanya saja dulu, nanti jelas yang tidak kompeten, yang tidak berkualifikasi, tidak bisa dibina mau diapain juga, itu selesailah,” tuturnya.
Yusuf menjelaskan, perjanjian kinerja itu merupakan bagian dari pelaksanaan penggunaan anggaran berbasis kinerja. “Anggaran berbasis kinerja, sekarang ini pelaksanaannya. Kita meminta uang pemerintah yang sangat terbatas itu bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat,” ujarnya, seraya mengatakan semua langkah ini dipersiapkan untuk menumbuhkan budaya kinerja di pemerintahan. “Ciri dia sudah berbudaya kinerja itu, setiap mau memulai kegiatan apa pun, dia langsung berpikir hasilnya, pencapaiannya,” kata Yusuf. (dbs)
Ada 57 Ribu PNS Fiktif
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) mengakui, belum meratanya penerapan sistem online di tingkat pemerintah daerah menjadi penyebab munculnya data pegawai negeri sipil (PNS) fiktif di pemerintah pusat.
"Pemerintah daerah tidak pernah update terus karena belum online," kata Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan KemenPAN-RB, Muhammad Yusuf Ateh, akhir pekan kemarin.
Ditambahkan olehnya, seharusnya setiap instansi di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah provinsi, dan kota/kabupaten dapat memperbaiki sistem data kepegawaiannya secara online. "Setiap bulan data kepegawaian harus diperbaharui agar tidak terjadi lagi kesimpangsiuran data," katanya.
Yusuf menyarankan kepada petugas pendataan agar tidak mendatanya setiap tiga tahun, tetapi setiap hari. "Harusnya setiap hari, karena ada yang meninggal, pensiun, terus data sini (daerah) dan pusat harus online," katanya.
Sebelumnya tercatat ada PNS fiktif di lingkungan Pemerintah Provinsi Jabar sebanyak 120 orang. Mereka mendapatkan gaji dari negara melalui rekeningnya masing-masing dengan kerugian uang negara diperkirakan Rp 2,8 miliar jika ditotalkan dalam setahun. Namun dugaan PNS fiktif masih menerima gaji tersebut dibantah Gubernur Jabar Ahmad Heryawan. (dbs)