Update 28 Februari 2021
02 Januari 2018 Ivan A saputra CELOTEH
Hendri Std
Setiap kali melewati masa peralihan tahun, biasanya kita mengiringi atau malah mengawalinya dengan melafazkan doa-doa yang berisi seabrek pengharapan.
Saking banyaknya harapan yang digantungkan, tak jarang panjangnya seakan bersaing ketat dengan jalinan rangkaian gerbong kereta Babaranjang. Pada saat itu, tanpa disadari, sesungguhnya kita tengah bersiasat. Bahwa kalaupun dari sederet doa tadi, kiranya hanya sebagian saja yang dikabulkan, itu sudah Alhamdulillah. Sebab semua doa yang 'diterbangkan' ke hadapan Allah adalah saripati segala pengharapan terbaik. Jadi bagian mana pun yang diizabah, tetap saja bernilai kebaikan.
Namun, momentum ini tanpa disadari dapat pula menjelaskan karakter siapa kita sesungguhnya. Terlebih momen 'meminta' pada Sang Pencipta tersebut, merupakan ranah privacy antara Pencipta dan makhluk yang diciptakan, sehingga sangat memungkinkan komunikasi yang muncul adalah komunikasi jujur-jujuran, blak-blakan suara hati si pengucap doa, tanpa was-was isi doanya diketahui orang lain. Hanya aku dan Tuhan yang tahu.
Momen ini bisa menjadi semacam ayakan atau filter. Sebaliknya bisa juga menjadi 'batu sandungan'. Menjadi penyaring manakala doa dipanjatkan murni dipenuhi rasa syukur, sehingga pada intinya doa itu melulu ketakziman puji syukur dan keikhlasan, atas apa-apa yang sudah diterima dari-Nya. Karena Tuhan tahu apa yang terbaik buat kita.
Di sisi lain doa berlaku menjadi 'ujian' ketika rentetan yang meluncur dari kerongkongan berupa deretan panjang permintaan, tanpa sekalipun terselip rasa syukur atas oksigen yang dihirup dan kesehatan yang dirasa, serta tanpa sempat mengucap terima kasih karena beserta keluarga sudah terhindar dari rasa lapar.
Batu sandungan ini bila tak disadari berpotensi menjadi penyakit hati, dengki! yang akan terasa susah saat melihat orang lain bahagia, dan merasa bahagia ketika mendapati orang lain dibekuk kesusahan. Kedengkian akut juga bakal menyuburkan sifat kufur. Merasa terus menerus kurang dan dililit kesulitan, padahal rezeki Tuhan terus mengalir seiring nafas yang dihembuskan.
Kekufuran memang tidak memberi ruang atau malah sengaja menafikan datangnya rezeki, bahkan setelah dipakai habis pun, rezeki terus menghampiri dalam banyak bentuk. Tak ubahnya ungkapan Princes Syahrini yang berujar, "Hempas...datang lagi, dan hempas...datang lagi". Selamat Tahun Baru 2018, selamat mensyukuri nikmat! (Hendri std)